Rabu, 16 September 2009

Belut Masih Andalkan Tangkapan Alam


Masih Andalkan Tangkapan Alam

Peluang membudidayakan belut masih terbuka, sayangnya peminat tersandung pasokan benih yang hasil tangkapan.

Benih berperan penting dalam kesuksesan budidaya belut. Namun sampai sekarang, pembibitan belut yang memenuhi standar seperti ikan komersial lainnya belum ada. Pun Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi, seperti diungkap Ade Sunarma, peneliti di sana, belum dapat menyediakan benih belut. Jadi, benih belut sebar benih berkualitas baik belum bisa didapat.


Berebutan

Hal tersebut dibenarkan beberapa petani belut di Indramayu, Kuningan, Sukabumi, dan Bandung, semua di Jabar. Mereka mengakui, belum ada standar baku untuk benih tebar dan terpaksa memanfaatkan tangkapan alam serta hasil seleksi budidaya dari siklus sebelumnya.

Syaiful Hanif, dari Indramayu misalnya, mengatakan, “Benih tangkapan ini ukurannya tidak seragam, ada yang besar, ada yang kecil dan perlu dilakukan sortir lagi.” Padahal ia sendiri membutuhkan sekitar 600 kg benih untuk memasok 20 kolamnya. Belum lagi mitranya yang berjumlah 40 anggota memerlukan pasokan sekitar 2.400—3.600 kg benih dengan ukuran 100 ekor per kg.

Masih di Indramayu, Agung Herawan, pembudidaya di Desa Linggajati, Kecamatan Arahan, butuh sekitar 500 kg benih dengan ukuran 60 ekor per kg untuk memasok 5 kolamnya yang berukuran 10 m x 10 m. Kebutuhan benih Agung ini belum termasuk 12 orang mitranya yang rata-rata memiliki dua sampai tiga kolam per orang.

Karena itu, selain menghasilkan benih sendiri dari kolam miliknya, Agung juga mendatangkan dari Jateng dan Jabar (Kuningan, Sumedang dan Subang). Benih tersebut dijual ke mitranya dengan harga Rp40.000 per kg.

Menurut Hj. Komalasari, pembudidaya dan pelaku usaha pangan olahan belut di Sukabumi mengatakan, susah memperoleh belut sebagai bahan baku pangan olahan. Ia pun bermitra dengan petani, tapi sang petani juga kesulitan memperoleh benihnya. Tak urung Komalasari pun membudidayakan sendiri benih sebar untuk mitranya itu.

Sumber: AGRINA, September 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar